Kamis, 03 Januari 2013

BUDAYA SAMARINDA (Suku Dayak)

                                        Pangkalima Burung

Dalam masyarakat Dayak, dipercaya ada ada suatu makhluk yang disebut-sebut sangat agung, sakti, ksatria, dan berwibawa. Sosok tersebut konon menghuni gunung di pedalaman Kalimantan, bersinggungan dengan alam gaib. Pemimpin spiritual, panglima perang, guru, dan tetua yang diagungkan. Ialah pangkalima perang Dayak, Pangkalima Burung, yang disebut Pangkalima oleh orang Dayak pedalaman. Ada banyak sekali versi cerita mengenai sosok ini, terutama setelah namanya mencuat saat kerusuhan Sambas dan Sampit.
Ada yang menyebutkan ia telah hidup selama beratus-ratus tahun dan tinggal di perbatasan antara Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Ada pula kabar tentang Pangkalima Burung yang berwujud gaib dan bisa berbentuk laki-laki atau perempuan tergantung situasi. Juga mengenai sosok Pangkalima Burung yang merupakan tokoh masyarakat Dayak yang telah tiada, namun dapat rohnya dapat diajak berkomunikasi lewat suatu ritual. Hingga cerita yang menyebutkan ia adalah penjelmaan dari Burung Enggang, burung yang dianggap keramat dan suci di Kalimantan.
panglima burung
Selain banyaknya versi cerita, di penjuru Kalimantan juga ada banyak orang yang mengaku sebagai Pangkalima Burung, entah di Tarakan, Sampit, atau pun Pontianak. Namun setiap pengakuan itu hanya diyakini dengan tiga cara yang berbeda; ada yang percaya, ada yang tidak percaya, dan ada yang ragu-ragu. Belum ada bukti otentik yang memastikan salah satunya adalah benar-benar Pangkalima Burung yang sejati.
Banyak sekali isu dan cerita yang beredar, namun ada satu versi yang menurut saya sangat pas menggambarkan apa dan siapa itu Pengkalima Burung. Ia adalah sosok yang menggambarkan orang Dayak secara umum. Pangkalima Burung adalah perlambang orang Dayak. Baik itu sifatnya, tindak-tanduknya, dan segala sesuatu tentang dirinya.
Lalu bagaimanakah seorang Pangkalima Burung itu, bagaimana ia bisa melambangkan orang Dayak? Selain sakti dan kebal, Pangkalima Burung juga adalah sosok yang kalem, tenang, penyabar, dan tidak suka membuat keonaran. Ini sesuai dengan tipikal orang Dayak yang juga ramah dan penyabar, bahkan kadang pemalu. Cukup sulit untuk membujuk orang Dayak pedalaman agar mau difoto, kadang harus menyuguhkan imbalan berupa rokok kretek.
Dan kenyataan di lapangan membuyarkan semua stereotipe terhadap orang Dayak sebagai orang yang kejam, ganas, dan beringas. Dalam kehidupan bermasyarakat, orang Dayak bisa dibilang cukup pemalu, tetap menerima para pendatang dengan baik-baik, dan senantiasa menjaga keutuhan warisan nenek moyang baik religi maupun ritual. Seperti Pengkalima Burung yang bersabar dan tetap tenang mendiami pedalaman, masyarakat Dayak pun banyak yang mengalah ketika penebang kayu dan penambang emas memasuki daerah mereka. Meskipun tetap kukuh memegang ajaran leluhur, tak pernah ada konflik ketika ada anggota masyarakatnya yang beralih ke agama-agama yang dibawa oleh para pendatang. Riuh rendah tak berubah menjadi ketegangan di ruang yang lingkup–yang oleh orang Dayak Ngaju disebut Danum Kaharingan Belum.
Kesederhanaan pun identik dengan sosok Pangkalima Burung. Walaupun sosok yang diagungkan, ia tidak bertempat tinggal di istana atau bangunan yang mewah. Ia bersembunyi dan bertapa di gunung dan menyatu dengan alam. Masyarakat Dayak pedalaman pun tidak pernah peduli dengan nilai nominal uang. Para pendatang bisa dengan mudah berbarter barang seperti kopi, garam, atau rokok dengan mereka.
Pangkalima Burung diceritakan jarang menampakkan dirinya, karena sifatnya yang tidak suka pamer kekuatan. Begitupun orang Dayak, yang tidak sembarangan masuk ke kota sambil membawa mandau, sumpit, atau panah. Senjata-senjata tersebut pada umumnya digunakan untuk berburu di hutan, dan mandau tidak dilepaskan dari kumpang (sarung) jika tak ada perihal yang penting atau mendesak.
Lantas di manakah budaya kekerasan dan keberingasan orang Dayak yang santer dibicarakan dan ditakuti itu? Ada satu perkara Pangkalima Burung turun gunung, yaitu ketika setelah terus-menerus bersabar dan kesabarannya itu habis. Pangkalima burung memang sosok yang sangat penyabar, namun jika batas kesabaran sudah melewati batas, perkara akan menjadi lain. Ia akan berubah menjadi seorang pemurka. Ini benar-benar menjadi penggambaran sempurna mengenai orang Dayak yang ramah, pemalu, dan penyabar, namun akan berubah menjadi sangat ganas dan kejam jika sudah kesabarannya sudah habis.
Pangkalima Burung yang murka akan segera turun gunung dan mengumpulkan pasukannya. Ritual–yang di Kalimankan Barat dinamakan Mangkuk Merah–dilakukan untuk mengumpulkan prajurit Dayak dari saentero Kalimantan. Tarian-tarian perang bersahut-sahutan, mandau melekat erat di pinggang. Mereka yang tadinya orang-orang yang sangat baik akan terlihat menyeramkan. Senyum di wajahnya menghilang, digantikan tatapan mata ganas yang seperti terhipnotis. Mereka siap berperang, mengayau–memenggal dan membawa kepala musuh. Inilah yang terjadi di kota Sampit beberapa tahun silam, ketika pemenggalan kepala terjadi di mana-mana hampir di tiap sudut kota.
Meskipun kejam dan beringas dalam keadaan marah, Pengkalima Burung sebagaimana halnya orang Dayak tetap berpegang teguh pada norma dan aturan yang mereka yakini. Antara lain tidak mengotori kesucian tempat ibadah–agama manapun–dengan merusaknya atau membunuh di dalamnya. Karena kekerasan dalam masyarakat Dayak ditempatkan sebagai opsi terakhir, saat kesabaran sudah habis dan jalan damai tak bisa lagi ditempuh, itu dalam sudut pandang mereka. Pembunuhan, dan kegiatan mengayau, dalam hati kecil mereka itu tak boleh dilakukan, tetapi karena didesak ke pilihan terakhir dan untuk mengubah apa yang menurut mereka salah, itu memang harus dilakukan. Inilah budaya kekerasan yang sebenarnya patut ditakuti itu.
Kemisteriusan memang sangat identik dengan orang Dayak. Stereotipe ganas dan kejam pun masih melekat. Memang tidak semuanya baik, karena ada banyak juga kekurangannya dan kesalahannya. Terlebih lagi kekerasan, yang apapun bentuk dan alasannya–entah itu balas dendam, ekonomi, kesenjangan sosial, dan lain-lain–tetap saja tidak dapat dibenarkan. Mata dibalas mata hanya akan berujung pada kebutaan bagi semuanya. Terlepas dari segala macam legenda dan mitos, atau nyata tidaknya tokoh tersebut, Pangkalima Burung bagi saya merupakan sosok perlambang sejati orang Dayak.

Kota Samarinda

—  Kalimantan Nuvola single chevron right.svg Kalimantan Timur  —
Dari kanan atas searah jarum jam: Masjid Shiratal Mustaqiem, Monumen Pesut Mahakam, Stadion Utama Palaran, Mal Lembuswana, Kantor Gubernur Kalimantan Timur, Jembatan Mahakam Ulu.
Lambang Kota Samarinda
Lambang
Moto: TEPIAN
(TEduh, raPI, Aman dan Nyaman)
Lokasi Kota Samarinda di Pulau Kalimantan
Kota Samarinda terletak di Indonesia
Kota Samarinda
Lokasi Kota Samarinda di Pulau Kalimantan
Koordinat: 0°30′7.58″S 117°9′13.34″E / 0.5021056°LS 117.1537056°BT
Negara  Indonesia
Hari jadi 21 Januari
Dasar hukum UU RI No. 27 Tahun 1959
Pemerintahan
 - Wali kota H. Syaharie Jaang, SH, M.Si
 - DAU Rp. 397.674.573.000,- [1]
Luas
 - Total 718 km2
Populasi (2010)
 - Total 726.223
 Kepadatan 1.011/km²
Demografi
 - Suku bangsa Kutai, Banjar, Dayak, Bugis, Jawa, Toraja, Sunda, Minang, Tionghoa
 - Agama Islam, Katolik, Protestan, Buddha, Hindu, Kong Hu Cu
 - Bahasa Indonesia, Banjar, Kutai[2]
Zona waktu WITA
Kode telepon +62 541
SNI 7657:2010 SMR
Kecamatan 10
Bandar udara Temindung (lama)
Sungai Siring (sedang dibangun)
Pelabuhan Yos Soedarso dan TPK Palaran
Fauna resmi Pesut Mahakam
Situs web http://www.samarindakota.go.id/
Kota Samarinda adalah salah satu kota sekaligus merupakan ibu kota provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Seluruh wilayah kota ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Kutai Kartanegara. Kota Samarinda dapat dicapai dengan perjalanan darat, laut dan udara. Dengan Sungai Mahakam yang membelah di tengah Kota Samarinda, yang menjadi "gerbang" menuju pedalaman Kalimantan Timur. Kota ini memiliki luas wilayah 718 kilometer persegi[3] dan berpenduduk 726.223 jiwa (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010), menjadikan kota ini berpenduduk terbesar di seluruh Kalimantan.

Sejarah

Samarinda yang dikenal sebagai kota seperti saat ini dulunya adalah salah satu wilayah Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura. Di wilayah tersebut belum ada sebuah desa pun berdiri, apalagi kota. Sampai pertengahan abad ke-17, wilayah Samarinda merupakan lahan persawahan dan perladangan beberapa penduduk. Lahan persawahan dan perladangan itu umumnya dipusatkan di sepanjang tepi Sungai Karang Mumus dan sungai Karang Asam.
Pada tahun 1668, rombongan orang-orang Bugis Wajo yang dipimpin La Mohang Daeng Mangkona (bergelar Pua Ado) hijrah dari tanah Kesultanan Gowa ke Kesultanan Kutai. Mereka hijrah ke luar pulau hingga ke Kesultanan Kutai karena mereka tidak mau tunduk dan patuh terhadap Perjanjian Bongaya setelah Kesultanan Gowa kalah akibat diserang oleh pasukan Belanda. Kedatangan orang-orang Bugis Wajo dari Kerajaan Gowa itu diterima dengan baik oleh Sultan Kutai.[4]
Atas kesepakatan dan perjanjian, oleh Raja Kutai rombongan tersebut diberikan lokasi sekitar kampung melantai, suatu daerah dataran rendah yang baik untuk usaha pertanian, perikanan dan perdagangan. Sesuai dengan perjanjian bahwa orang-orang Bugis Wajo harus membantu segala kepentingan Raja Kutai, terutama di dalam menghadapi musuh.[4]
Semua rombongan tersebut memilih daerah sekitar muara Karang Mumus (daerah Selili seberang) tetapi daerah ini menimbulkan kesulitan di dalam pelayaran karena daerah yang berarus putar (berulak) dengan banyak kotoran sungai. Selain itu dengan latar belakang gunung-gunung (Gunung Selili).[4]
Sekitar tahun 1668, Sultan yang dipertuan Kerajaan Kutai memerintahkan Pua Ado bersama pengikutnya yang asal tanah Sulawesi membuka perkampungan di Tanah Rendah. Pembukaan perkampungan ini dimaksud Sultan Kutai, sebagai daerah pertahanan dari serangan bajak laut asal Filipina yang sering melakukan perampokan di berbagai daerah pantai wilayah kerajaan Kutai Kartanegara. Selain itu, Sultan yang dikenal bijaksana ini memang bermaksud memberikan tempat bagi masyarakat Bugis yang mencari suaka ke Kutai akibat peperangan di daerah asal mereka. Perkampungan tersebut oleh Sultan Kutai diberi nama Sama Rendah. Nama ini tentunya bukan asal sebut. Sama Rendah dimaksudkan agar semua penduduk, baik asli maupun pendatang, berderajat sama. Tidak ada perbedaan antara orang Bugis, Kutai, Banjar dan suku lainnya.
Dengan rumah rakit yang berada di atas air, harus sama tinggi antara rumah satu dengan yang lainnya, melambangkan tidak ada perbedaan derajat apakah bangsawan atau tidak, semua "sama" derajatnya dengan lokasi yang berada di sekitar muara sungai yang berulak dan di kiri kanan sungai daratan atau "rendah". Diperkirakan dari istilah inilah lokasi pemukiman baru tersebut dinamakan Samarenda atau lama-kelamaan ejaan Samarinda. Istilah atau nama itu memang sesuai dengan keadaan lahan atau lokasi yang terdiri atas dataran rendah dan daerah persawahan yang subur.[4]

Geografi dan administrasi

Batas-batas wilayah

Dengan luas wilayah 718 km², Samarinda terletak di wilayah khatulistiwa dengan koordinat di antara 0°21'81"–1°09'16" LS dan 116°15'16"–117°24'16" BT.
Kota Samarinda memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
Utara Kecamatan Muara Badak, Kutai Kartanegara
Selatan Kecamatan Loa Janan, Kutai Kartanegara
Barat Kecamatan Tenggarong Seberang dan Muara Badak di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Timur Kecamatan Muara Badak, Anggana, dan Sanga-Sanga di Kabupaten Kutai Kartanegara.

Iklim

Kota Samarinda beriklim tropis basah, hujan sepanjang tahun. Temperatur udara antara 20 °C – 34 °C dengan curah hujan rata-rata per tahun 1980 mm, sedangkan kelembaban udara rata-rata 85%.
Berikut ini adalah tabel kondisi cuaca rata-rata di wilayah kota Samarinda dan sekitarnya.
Cuaca untuk Kota Samarinda dan sekitarnya
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Tahun
Rata-rata tinggi °C (°F) 30 (86) 31 (88) 32 (90) 33 (91) 32 (90) 31 (88) 30 (86) 30 (86) 31 (88) 33 (91) 32 (90) 31 (88) 30 (86)
Rata-rata rendah °C (°F) 24 (75) 24 (75) 24 (75) 24 (75) 24 (75) 23 (73) 24 (75) 23 (73) 23 (73) 23 (73) 23 (73) 23 (73) 23 (73)
Sumber: [5] 11 Agustus 2010

[sunting] Pembagian administratif

Secara administratif, Samarinda dibagi menjadi 10 kecamatan[6], antara lain:

Pemerintahan

Balai kota, kantor kedinasan wali kota dan wakil wali kota Samarinda.
Gedung DPRD Kota Samarinda.
Secara yuridis Kota Samarinda terbentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1959.
Patokan untuk menetapkan hari jadi kota Samarinda adalah catatan sejarah ketika orang-orang Bugis Wajo ini bermukim di Samarinda pada permulaan tahun 1668 atau tepatnya pada bulan Januari 1668. Telah ditetapkan pada peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Samarinda Nomor: 1 tahun 1988 tanggal 21 Januari 1988, pasal 1 berbunyi, "Hari Jadi Kota Samarinda ditetapkan pada tanggal 21 Januari 1668 M, bertepatan dengan tanggal 5 Sya'ban 1078 Hijriyah". Penetapan ini dilaksanakan bertepatan dengan peringatan hari jadi kota Samarinda ke-320 pada tanggal 21 Januari 1988.
Tanggal 21 Januari 1668 (5 Sya'ban 1070 Hijriyah) adalah hari yang diyakini sebagai awal kedatangan orang-orang suku Bugis Wajo yang kemudian mendirikan pemukiman di muara Karang Mumus.

Wali kota

Saat ini wali kota dijabat oleh Syaharie Jaang yang berpasangan dengan wakil wali kota, Nusyirwan Ismail, memenangkan Pilkada Samarinda pada tanggal 12 Oktober 2010 dan dilantik oleh Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak pada tanggal 23 November 2010 di Gelanggang Olahraga Stadion Madya Sempaja.
Berikut ini adalah daftar wali kota atau kepala daerah yang pernah menjabat di Samarinda sejak 1960:
Daftar wali kota Samarinda
No Nama Awal masa jabatan Akhir masa jabatan Keterangan
1. Kapten Soedjono AJ 1960 1961 -
2. Letkol Ngoedio BcHK 1961 1967 -
3. H.M. Kadrie Oening 1967 1974 -

H.M. Kadrie Oening 1974 1980 -
4. Drs. H. Anang Hasyim 1980 1985 -
5. Let.Kol. Iswanto Rukin 11 Februari 1985 7 Maret 1985 meninggal pada saat baru menjabat.
6. Drs. H.A. Waris Husain 1985 1990 -

Drs. H.A. Waris Husain 1990 1995 -
7. Kolonel H. Lukman Said 1995 2000 -
8. Drs. H. Achmad Amins, MM 2000 2005 -

Drs. H. Achmad Amins, MM 23 November 2005 2010 -
9 H. Syaharie Jaang, SH., MSi 23 November 2010 masih menjabat -
Daftar wakil wali kota Samarinda
No Nama Awal masa jabatan Akhir masa jabatan Keterangan
1. Achmad Amins 1998 2000 -
2. Syaharie Jaang 2000 2010 -
3. Nusyirwan Ismail 2010 masih menjabat -

Pendidikan

Menurut Data Pokok Pendidikan (Dapodik) pada tahun ajaran 2010/2011 terdapat 125.924 siswa di Samarinda dan 685 sekolahan.[7] Selain itu terdapat 3 perguruan tinggi negeri dan 24 perguruan tinggi swasta lainnya.
Pendidikan formal SD atau MI negeri dan swasta SMP atau MTs negeri dan swasta SMA atau MA negeri dan swasta SMK negeri dan swasta Perguruan tinggi
Jumlah satuan 249 111 53 56 27
Data sekolah di kota Samarinda
Sumber:[8]

Kesehatan

Kota Samarinda telah memiliki beberapa pusat fasilitas kesehatan yang cukup lengkap di provinsi Kalimantan Timur. Selain memiliki beberapa rumah sakit yang juga telah didukung oleh beberapa perguruan tinggi yang berkaitan dengan kesehatan, salah satunya adalah Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie yang berafiliasi dengan Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman dan Politeknik Kesehatan Kalimantan Timur.
Guna mendukung pelayanan kesehatan kepada masyarakat tersedia sarana kesehatan yang disediakan oleh Pemkot Samarinda seperti RSKD Atma Husada dan RSUD IA Moeis maupun oleh Swasta seperti RS Islam, RS Dirgahayu, RS H.Darjad, RS Siaga, dan lain-lain.

Pelayanan umum

Untuk melayani kebutuhan air bersih, pemerintah kota melalui PDAM Samarinda berbenah demi peningkatan pelayanan air bersih kepada pelanggannya,di antaranya dengan peningkatan kapasitas produksi di berbagai IPA (Instalasi Pengolahan Air) bersih.
  • Instalasi Pengolahan Air (IPA) Cendana dengan debit 300 lt/dt, sumber air sungai Mahakam.
  • Instalasi Pengolahan Air (IPA) Tirta Kencana dengan debit 160 lt/dt, sumber air sungai Mahakam.
  • Instalasi Pengolahan Air (IPA) Samarinda Seberang dengan debit 100 lt/dt, sumber air sungai Mahakam.
  • Instalasi Pengolahan Air (IPA) IKK desa Lempake dengan debit 2,5 lt/dt, sumber air baku waduk Lempake.
  • Instalasi Pengolahan Air (IPA) IKK Kecamatan Palaran dengan debit 17,5 lt/dt, sumber air baku sungai Mahakam.[9]
Untuk mengantisipasi kebutuhan energi listrik, di kota ini telah dibangun beberapa pembangkit listrik, antara PLTD Keledang dan PLTD Karang Asam yang berafiliasi dengan jaringan listrik Sektor Mahakam. Namun, pemadaman listrik masih terjadi.
Untuk jaringan telekomunikasi, hampir disetiap kawasan dalam kota ini telah terjangkau terutama untuk jaringan telepon genggam, dan pada kawasan tertentu telah tersedia layanan gratis internet tanpa kabel (Wi-Fi) atau dikenal juga dengan hotspot yang terdapat pada beberapa perguruan tinggi, pusat perbelanjaan, dan hotel.
Dalam menangani masalah sampah, pemerintah kota memfungsikan lahan di kecamatan Samarinda Ulu di TPA Bukit Pinang seluas 10 hektare, yang berjarak 15 km dari pusat kota. Tidak kurang dari 1.008 m³ sampah masyarakat dari seluruh penjuru Samarinda dibuang ke TPA Bukit Pinang.[10]

Pemilihan umum kepala daerah

Pilkada Samarinda

Sejak reformasi 1998 dan pemberlakuan otonomi daerah, Kota Samarinda pertama kali menggelar pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah pada tahun 2005 dan terpilih pasangan Achmad Amins sebagai wali kota dan Syaharie Jaang sebagai wakil wali kota Samarinda. Sebelumnya, pasangan ini juga menjabat sebagai wali kota dan wakil wali kota pada tahun 2000 atas sidang DPRD Samarinda.
Pada tahun 2010, pemilu kada Kota Samarinda kembali digelar dan pencoblosan dilaksanakan pada tanggal 12 Oktober 2010[11] dengan 1.445 TPS di 53 kelurahan di Samarinda yang diperuntukkan bagi 509.069 pemilih yang terdaftar dalam DPT.[12]
Adapun pasangan yang mengikuti Pilkada Samarinda 2010 adalah sebagai berikut:
No. Nama pasangan Usungan Perolehan suara[13]
1 Ridwan Asmaran–Nasir Waladi (Risna) Independen dengan 30.927 surat dukungan 3.545 suara (1,17%)
2 Syaharie JaangNusyirwan Ismail (Jaa'nur) Partai Demokrat, PKS, PPP, Pelopor dan PBR 145.611 suara (47,86%)
3 Iriansyah Busra–Ahmad Faidilham Djafar (Irfa-Busra) Independen dengan 31.819 surat dukungan 4.486 suara {1,47%)
4 Ipong Muchlissoni–Edy Kurniawan PDIP, PAN, dan Hanura 73.355 suara (24,11%)
5 Andi Harun–Damanhuri (Adham) Partai Golkar, Partai Patriot, PDK serta Gerindra 57.979 suara {19,06%)
6 Sutrisno–Yulianus Kenock Sumual Independen dengan 30.982 surat dukungan 11.992 suara (3,94%)
7 Dani Firnanda–Ridwan Effendi Independen dengan 32.630 surat dukungan 7.229 suara (2,40%)
Berdasarkan hasil Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Penghitungan Suara KPUD Samarinda pada tanggal 16 Oktober 2010, maka pasangan Syaharie Jaang–Nusyirwan Ismail ditetapkan sebagai pemenang pemilu kada Kota Samarinda tahun 2010.
Syaharie JaangNusyirwan Ismail dilantik sebagai wali kota dan wakil wali kota Samarinda pada tanggal 23 November 2010 di Gedung Serbaguna Stadion Madya Sempaja oleh Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak.[14]

Maskot

Pesut Mahakam adalah maskot kota Samarinda. Namun saat ini Pesut Mahakam tidak terlihat lagi di sepanjang sungai Mahakam kota Samarinda. Pesut Mahakam terdesak oleh kemajuan kota dan pindah ke hulu sungai. Populasi Pesut Mahakam semakin menurun dari tahun ke tahun. Bahkan menurut sebuah penelitian, Pesut Mahakam sekarang tinggal 50 ekor. Jika tidak dilakukan antisipasi dan pelestarian, maka dalam waktu beberapa tahun saja Pesut Mahakam akan punah, menyusul pesut dari Sungai Irrawaddy dan Sungai Mekong yang sudah terlebih dahulu punah dan Pesut Mahakam adalah pesut air tawar terakhir yang hidup di planet bumi.

Pariwisata

Kota Samarinda memiliki beberapa objek wisata yang menjadi andalan dan sering dikunjungi wisatawan lokal.

Wisata alam

Objek wisata alam yang ada di Samarinda antara lain Air terjun Tanah Merah, Air terjun Berambai, Air terjun Pinang Seribu dan Kebun Raya Unmul Samarinda yang terdapat atraksi danau alam, kebun binatang dan panggung hiburan. Juga terdapat penangkaran buaya di Makroman yang berjarak sekitar 10 km ke arah timur dari pusat kota.

Wisata budaya

Untuk menikmati wisata budaya, wisatawan bisa mengunjungi Desa Budaya Pampang yang berjarak sekitar 20 km dari pusat kota. Pampang akan menampilkan atraksi budayanya dari suku Dayak Kenyah pada hari minggu.[15]
Produk budaya dari Samarinda berupa ukir-ukiran dan pernak-pernik lainnya yang bisa didapatkan di Citra Niaga. Samarinda juga mempunyai produk tekstil yang bernama Sarung Samarinda dan Batik Ampiek, batik yang bermotif ukiran Dayak.

Wisata religi

Beberapa tempat ibadah juga menjadi wisata religi di Samarinda seperti Masjid Shiratal Mustaqiem, masjid tertua di Samarinda dan Masjid Islamic Center Samarinda. Objek wisata ziarah di kota ini adalah Makam La Mohang Daeng Mangkona, pendiri Kota Samarinda. Sekitar 10 km ke arah barat kota Samarinda, terdapat goa Maria di Rumah Retret Bukit Rahmat, Loa Janan.

Pusat perbelanjaan

Plaza dan Mal

Pusat perbelanjaan modern yang ada di kota ini antara lain:
  • Mal Mesra Indah, yang merupakan mal pertama di kota Samarinda.
  • Mal Lembuswana, mal ini terletak di pusat kota Samarinda. Mal ini merupakan mal terluas di Samarinda yang ditandai dengan adanya parkir yang cukup memadai.
  • Samarinda Central Plaza, merupakan mal ketiga yang dibangun di kota Samarinda sekitar tahun 1998. Mal ini terletak di Jl.Pulau Irian.
  • Plaza Mulia, merupakan mal keempat yang dibangun dan dibuka pada pertengahan September 2009. Mal ini berlokasi di Jl.Bhayangkara.
  • Samarinda Square (SS), mal kelima di Samarinda dan telah dibuka pada 12 Agustus 2010. Mal ini berlokasi di Jl.Muhammad Yamin, Gunung Kelua
Pusat perbelanjaan modern yang sedang dibangun adalah: Samarinda Global City berlokasi di dekat Jembatan Mahakam 
Pertokoan
Pusat pertokoan yang ada di kota ini antara lain:
  • Citra Niaga yang merupakan taman hiburan rakyat pertama yang berdiri di kota Samarinda, Citra Niaga memenangkan Penghargaan Aga Khan untuk Arsitektur karena rancangannya yang menyatukan antara fungsi untuk menampung pedagang kaki-lima (makanan, kerajinan, dll) dengan konsep terbuka serta pedagang menengah dengan konsep ruko yang saling mendukung. Bersama-sama dengan pemerintah daerah dan konsultan penggabungan ini berhasil dalam mendatangkan pengunjung dan konsep pemeliharaan lingkungan yang mandiri.[16]
  • Mahakam Square

Pasar

Bagian depan Pasar Pagi di Jalan Jenderal Sudirman.
Berbagai pasar tradisional juga masih ada yang bertahan di kota Samarinda hingga saat ini, di antaranya adalah:
  • Pasar Pagi, merupakan pasar tertua di Kota Samarinda. Pasar ini awalnya dibangun di pinggir sungai Mahakam. Namun seiring dengan perkembangan kota, maka pasar dipindahkan agak menjauh dari tepi sungai karena tepi sungai dibuat jalan.
  • Pasar Segiri, merupakan pasar terbesar/pasar induk di kota Samarinda. Pasar Segiri mengalami kebakaran pada tahun 2009 dan sedang dibangun kembali dengan konsep pasar tradisional yang modern.
  • Pasar Rahmat, terletak di Jl. Lambung Mangkurat, Pelita.
  • Pasar Kedondong, terletak di Jl. Ulin, Karang Asam Ilir.
  • Pasar Kemuning, terletak di Loa Bakung.
  • Pasar Sei Dama, terletak di Jl. Otto Iskandardinata.
  • Pasar Harapan Baru, terletak di Jl. Kurnia Makmur, Harapan Baru. Pasar ini pernah terbakar hebat pada tahun 2003 sehingga seluruh pasar dan sebagian rumah warga hangus. Pasar ini kembali dibangun beberapa bulan kemudian dan Jl. Kurnia Makmur dibuat menjadi dua jalur untuk mencegah kebakaran lagi yang meluas karena sebelumnya Jl. Kurnia Makmur terbilang sempit sehingga api yang berada di pasar sebelah kiri pasar dapat menyambar ke bagian pasar sebelah kanan.
  • Palaran Trade Centre (PTC), pasar dengan konsep modern pertama di Samarinda. Pasar ini diresmikan pada tanggal 15 Mei 2010.[17]

Transportasi

Air

Jembatan Mahakam dipotret dari atas kota.
Sebagai kota yang dibelah Sungai Mahakam, Samarinda memiliki transportasi air tradisional sejak dahulu, yakni Tambangan dan Ketinting. Tambangan biasa digunakan sebagai alat transportasi menyeberang sungai dari daerah Samarinda Seberang ke kawasan Pasar Pagi. Ketinting menjadi moda transportasi sungai utama untuk menyeberangi sungai maupun menuju wilayah tertentu yang hanya bisa dinaiki oleh manusia dan barang. Sedangkan untuk mengangkut kendaraan, kapal feri sempat beroperasi menyeberangi sungai dari pelabuhan Harapan Baru, Samarinda Seberang ke pelabuhan Samarinda Kota. Namun, sejak pembangunan dan beroperasinya Jembatan Mahakam pada tahun 1987, tambangan dan ketinting mulai berkurang penumpangnya meski tak signifikan. Tetapi, yang paling merasakan kerugian adalah kapal feri hingga akhirnya pelayaran ditutup.
Sejak didirikannya transportasi utama Samarinda melalui Sungai Mahakam yang membelahnya di tengah-tengah, pada tahun 1987 baru dibangun Jembatan Mahakam yang menghubungkan Samarinda kota dengan Samarinda Seberang. Selain itu sudah dibangun dan diresmikan pada 2009 Jembatan Mahakam Ulu dan Jembatan Mahkota II (dalam tahap konstruksi).
Terdapat pelabuhan peti kemas yang berada di Jalan Yos Sudarso dan sekarang sedang dibangun pelabuhan baru yang terletak di kecamatan Palaran untuk menggantikan pelabuhan yang sekarang sudah tidak sesuai dengan kondisi kota. Pada tanggal 26 Mei 2010, pelabuhan baru tersebut selesai dibangun dan diresmikan dengan nama TPK Palaran dan saat ini dalam tahap uji coba.

Darat

Terdapat jalan darat yang menghubungkan kota Samarinda dengan Balikpapan ke selatan, kemudian Bontang dan Sangatta ke utara, jalan baru ke Tenggarong di arah barat laut serta ke Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara melalui jalan tenggara yang tembus sampai ke Muara Jawa, Samboja dan Balikpapan.
Terdapat 3 terminal perhubungan darat yang menghubungkan kota Samarinda dengan daerah-daerah lain di Kalimantan, antara lain Terminal Sungai Kunjang, Terminal Lempake dan Terminal Samarinda Seberang.
Saat ini sedang dibangun jalan bebas hambatan sejenis jalan tol, yaitu freeway yang menghubungkan Samarinda dengan Balikpapan dengan waktu tempuh 1 jam.

Udara

Bandar Udara Temindung (kode SRI) merupakan bandar udara yang menghubungkan Samarinda dengan kota-kota di pedalaman serta Balikpapan. Saat ini sedang dibangun Bandar Udara Sungai Siring yang nantinya dapat didarati oleh pesawat yang lebih besar.

Media massa

Stasiun TVRI Kalimantan Timur.

Televisi

Stasiun televisi yang mengudara di Kota Samarinda antara lain 9 stasiun televisi nasional (kecuali Indosiar, dan antv), sedangkan untuk stasiun televisi lokal yang eksis adalah TVRI Kaltim, Kaltim TV, dan Tepian Tv (berlangganan).

Surat kabar

Surat kabar yang beredar di kota ini adalah Kaltim Post, Tribun Kaltim, KoranKaltim, Pos Kota Kaltim dan Swara Kaltim yang juga terdapat di seluruh kabupaten/kota di Kalimantan Timur, sedangkan surat kabar lokal di Samarinda adalah Samarinda Pos yang juga dapat dijangkau hingga Berau.

Olahraga

Kota Samarinda mempunyai fasilitas pendukung untuk kegiatan olahraga, antara lain lapangan basket, panah, sepak bola, dan panjat tebing di Tepian Mahakam serta kompleks stadion di Sempaja, Segiri dan Palaran. Lapangan-lapangan umum di berbagai penjuru kota juga sering dijadikan tempat aktivitas berolahraga, di antaranya yang terbesar adalah lapangan Pemuda dan lapangan Kinabalu.
Klub olahraga sepak bola yang bermarkas di Samarinda adalah Persisam Putra Samarinda dengan pendukungnya yang dijuluki Pusamania dan saat ini mengikuti Liga Super Indonesia.
Samarinda pernah dipercaya sebagai tuan rumah kegiatan olahraga, baik dari skala nasional maupun internasional, antara lain:
  1. Indonesia Open 1990, kejuaraan bulu tangkis yang diadakan dari tanggal 18 dengan tanggal 22 Juli 1990 di GOR Segiri
  2. Pekan Olahraga Nasional XVII yang dibuka oleh Presiden SBY pada 5 Juli 2008 dan ditutup oleh Wapres Jusuf Kalla di Stadion Utama Palaran
  3. Samarinda International Nine Ball Billiard Championship 2010 pada 29 Januari hingga 4 Februari 2010 di GOR Segiri[18]
  4. Bankaltim Indonesia Open Grand Prix Gold Badminton Championship, yang diselenggarakan di komplek Stadion Utama Palaran pada tanggal 12 sampai 17 Oktober 2010[19]

"Wedang Angsle" kuliner pas saat musim hujan


Pernahkah Anda mendengar jajanan angsle? Bagi masyarakat Jawa Timur, kuliner sedap ini sudah tidak asing lagi. Wedang angsle atau sering disebut angsle merupakan sajian kuliner Indonesia yang bentuknya menyerupai kolak. Dahulu penjual angsle berkeliling kampung pada malam hari saja, mengingat kuliner ini memang sangat pas disajikan malam hari, namun sekarang banyak inovasi pedangang sehingga penjualan ansgle tidak hanya malam hari saja.
Angsle terbuat dari bahan-bahan yang sederhana namun unik, seperti petulo, beras ketan, kacang hijau, roti, mutiara, daun pandan dan jahe, adapula yang mencampurkan kacang tanah untuk menambah selera. Dari bahan-bahan tersebut memang sangat pas jika disantap saat malam hari atau ketika musim hujan. Paduan isinya yang dicampur dengan santan panas, sangat cocok untuk menambah stamina tubuh dari cuaca dingin sekaligus penunda rasa lapar.
Semua bahan angsle yang mengandung gizi ini dicampurkan dalam satu mangkok, tentunya semua sudah melewati proses pemasakan terlebih dahulu, seperti kacang hijau , mutiara, dan petulo yang butuh proses untuk mematangkannya. Kuah yang digunakan dari santan alami yang sudah tercampur dengan gula serta jahe, penyajiannya saat panas sehingga pas sekali angsle dijadikan makanan pendamping saat musim hujan.

Kuliner asli Indonesia ini memang belum banyak tersebar di pelosok negeri sehingga beberapa daerah saja yang kerap mudah dijumpai jajanan ini. Indonesia memang sangat banyak mempunyai sajian kuliner khas nya yang tak tertandingi jika dilihat dari sudut makin banyaknya makanan-makanan luar negeri siap saji. Angsle pun sudah ada sejak era atau masa kakek nenek kita, sehingga agar kuliner ini tidak termakan waktu sampai hilang, generasi muda yang peduli akan kuliner khas Indonesia perlu melestarikannya, tidak hanya dengan berbisnis melainkan menikmati semangkuk angsle pun Anda sudah menjaga kelestarian serta keberadaan kuliner asli kita.
Mantap bukan sajian angsle saat malam atau musim hujan, bagi Anda yang gemar berwisata kuliner jangan lewatkan untuk menikmati kehangatan angsle. Sajikan dengan keluarga atau kerabat Anda agar kehangatannya makin terasa. Lestari selalu kuliner Indonesia, dan berbanggalah kita memiliki banyak kekhasan dalam hal makanan.

Wisata Alam Rambut Monte

Wisata Rambut Monte terletak di desa Krisik, kecamatan Gandusari, kurang lebih 30 km dari kota Blitar. Dari kota Wlingi ke arah utara menuju krisik melewati perkebunan teh Banaran dengan jalan mulus yang berkelok-kelok disamping kanan dan kiri terhampar kebun teh dan cengkeh. Bila perjalanan diteruskan ke arah utara maka akan sampai di perbatasan wilayah kabupaten Blitar dengan desa Ngantang masuk wilayah kabupaten Malang.
Area wisata Rambut Monte tergolong masih sangat alami, mulai dari tanaman disekitar kompleks, kolam ikan, serta adanya sebuah situs candi. Candi ini merupakan tempat pemujaan bagi penganut agama Hindu pada jaman Kerajaan Majapahit. Sayangnya ulasan lebih khusus tentang peninggalan candi ini masih belum banyak diketahui. Udara yang sejuk menjadikan tempat ini memiliki kesan yang menyenangkan.
Rambut Monte menyajikan pesona alam berupa adanya kolam ikan,yang konon merupakan ikan dewa. Kolam tersebut oleh masyarakat sekitar sengaja dipelihara agar memaksimalkan keadaan alami Rambut Monte. Tak hayal, ikan yang ada pada kolam Rambut Monte terdiri dari beberapa spesies langka.
Pengunjung juga dapat merasakan langsung kolam pemandian disekitar Rambut Monte. Masyarakat sekitar memanfaatkan ketersediaan air yang sangat melimpah dan jernih ini sebagai tempat pemandian. Letak Rambut Monte yang agak menjauhi dari Kota sedikit menjadikan wana wisata ini belum banyak diketahui para penikmat wisata, padahal sajian alami mulai dari pemandangan yang dipenuhi oleh perkebunan cengkeh serta teh memberikan banyak kenikmatan tersendiri.
Peran serta pemerintah daerah memang sangat diperlukan guna merawat serta melestarikan peninggalan sejarah Rambut Monte. Daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke tempat ini sangat diharapkan, mengingat peninggalan sejarah yang memiliki nilai histori tinggi dan sebagai pengetahuan akan keberagaman kekayaan wisata Indonesia. Semoga semakin banyak wisatawan yang berkunjung untuk ber-rekreasi di Rambut Monte.
photo courtesy of: www.nikdwika.blogspot.com

Erau (pesta Adat Budaya Kutai)

Provinsi: Kalimantan Timur
Asal Daerah: Kutai Kartanegara
Erau berasal dari bahasa lokal/daerah etnis Kutai, dan disebut juga EROH yang berarti ramai, hilir mudik, bergembira, berpesta ria. Erau dilaksanakan secara adat oleh Kesultanan atau kerabat kerajaan dengan maksud tertentu dan diikuti oleh seluruh masyarakat umum dalam wilayah administratif kesultanan.


Erau berasal dari bahasa lokal/daerah etnis Kutai, dan disebut juga EROH yang berarti ramai, hilir mudik, bergembira, berpesta ria. Erau dilaksanakan secara adat oleh Kesultanan atau kerabat kerajaan dengan maksud tertentu dan diikuti oleh seluruh masyarakat umum dalam wilayah administratif kesultanan.

Terdapat tiga pelaksanaan ERAU adat di lingkup Kesultanan Kutai Kartanegara, yakni :

1. ERAU TEPONG TAWAR

yaitu erau adat yang dilaksanakan oleh kerabat keraton pada waktu tertentu berdasarkan keinginan (hajat) terhadap suatu pekerjaan. Dalam pelaksanaan ini Raja bergerak bebas artinya tidak melakukan batsan tertentu yang disebut "TUHING"

2. ERAU PELAS TAHUN

yaitu erau adat yang dilaksanakan oleh kerabat keraton berhubungan dengan aktifitas kehidupan rakyat yang bertujuan untuk membersihkan segala macam hal yang mengganggu sumber -" sumber kehidupan di permukaan bumi dalam suatu wilayah kerajaan.

3. ERAU BEREDAR DI KUTAI

yakni erau adat yang dilaksanakan oleh kerabat keraton dengan yang di ERAU kan adalah raja, yang ditandai dengan prosesi "Mendirikan Ayu" dan diakhiri dengan prosesi "Merebahkan Ayu"

Subyek yang melaksanakan ERAU ADAT adalah kerabat keraton, bahwa yang di ERAU kan adalah Raja, sedangkan yang ERAU adalah rakyat. ERAU dimulai dengan "MENDIRIKAN AYU" dan diakhiri dengan "MEREBAHKAN AYU".

PRPSESI ERAU

Adapun tahapan dalam melaksanakan upacara Erau adalah sebagai berikut :

I. PRA ERAU

Sebelum Upacara Tradisi Erau dilaksanakan telah dilakukan beberapa ritual pendahuluan sebagai upaya untuk membuka komunikasi kepada alam gaib yang diyakini ada dan dapat saling memberikan manfaat dalam kehidupan nyata.

Adapun Tahapan -" Tahapan PRA ERAU adalah sebagai berikut :

1. BESAWAI PEMBERITAHUAN

Besawai merupakan proses komunikasi terhadap hal -" hal yang tidak nyata atau gaib. Besawai ini ditujukan kepada segenap penghuni negeri yang akan mengadakan upacara tradisi ERAU yang dilakukan sesepuh atau yang dituakan dan mengerti tentang hal -" hal gaib untuk diberitahu dan diundang secara menyeluruh.

2. BELULUH AWAL

Beluluh adalah prosesi ritual yang dilakukan oleh Dewa dan Belian terhadap Raja/Sultan/Putra Mahkota guna membersihkan diri dari unsur-unsur jahat, baik yang yang beruwujud maupun tak berwujud. Prosesi ini dilaksanakan sebagai pertanda dimulainya prosesi ERAU. Beluluh dilaksanakan pada permulaan / awal sebelum Erau dimulai, dan setiap hari saat matahari turun selama prosesi Erau dilaksanakan.


Beluluh


Beluluh malam

3. MENJAMU BENUA

Prosesi Menjamu Benua pada upacara Erau adalah prosesi memanggil atau memberitahu mahluk halus yang dialkukan oleh Dewa (orang yang ditunjuk untuk melakukan prosesi adat ritual ). Prosesi ini dilaksanakan setelah Dewa menghadap sultan untuk mendapat restu, dan kemudian menuju ke KEPALA BENUA yang berda di bagian hulu kota Tenggarong, yang bertempat di Tanah Habang di Kelurahan Mangkurawang dengan diiringi tabuhan gamelan dan gendang.


Menjamu benua

4. MERANGIN

Ritual merangin dilaksanakan di serapo belian selama tiga malam berturut -" turut setelah siang harinya dilaksanakan Prosesi Menjamu Benua. Merangin merupakan ritual yang dilakukan dengan tarian yang dilakukan oleh belian dengan mengelilingi Benyawan (rumba) sambil memegang tali -" tali yang ada di benyawan.



Merangin

5. NGALAK AIR DI KUTAI LAMA

Ngalak atau dalam bahasa Indonesia mengambil yakni proses air di Kutai Lama di Tepian Batu dan dimasukkan ke dalam Guci (Kutai:Molo) untuk dibawa ke Tenggarong sebagai perlengkapan bahan untuk ritual Mendirikan Ayu dan diletakkan di bawah Sangkoh Piatu. Dalam perjalanan menuju Kutai Lama terdapat 5 tempat yang harus disinggahi untuk meminta ijin dan tuah dan sekaligus pemberitahuan akan dilaksanakannya Erau. Di tempat tersebut dilakukan ritual Besawai dan Melaboh Tigu (proses buang telor)

6. NGATUR DAHAR

Ngatur Dahar dilaksanakan pada malam hari setelah siangnya utusan Dewa Belian Ngalak Air Kutai Lama di Kutai Lama (Tepian Batu) dan pada malam ini masuk ke ritual Merangin malam ketiga.

II. ERAU

1. MENDIRIKAN AYU

Sehidang Jalik dihamparkan dan diatasnya dihiasi Tambak Karang dengan motif naga biasa dan naga kurap sera seluang mas berwarna-warni, pada Tambak Karang ini terdapat 4 ekor naga yang masing-masing menghadap 4 sudut luar dan di bagian tengah bermotif taman, sedangkan bagian lainnya terisi dengan seluang mas.



Mendirikan ayu

2. BEPELAS

Selesai Merangin oleh Dewa dan Belian di Serapo Belian langsung menuju keraton/istna dan berputar-putar 7 kali di area Bepelas, kemudian duduk bersila berjajar, dewa sebelah kanan dan Belian sebelah kiri dipimpin oleh Pawang menghaturkan sembah hormat. Pada Bepelas ini, terdapat tampilan tari Selendang, tari Kipas, tari Memuja Panah, prosesi Sultan meniti dan menginjak Batu Tijakan, Tari Saong Manok, Tari Kanjar Bini, dan Tari Kanjar Laki.



Bepelas (Tari Kipas)



Bepelas (Tari Memuja Panah)



Bepelas (Tari Kanjar Bini)



Bepelas (Tari Kanjar Laki)

3. MENYISIKI LEMBU SUANA

Di atas sebidang "Jalik" tertata "Tambak Karang" yang bermotif Lembu Suana. Pembuatan Lembu Suana ini dari bahan beras yang berwarna-warni sebanyak 37 warna, dan terlihat sangat tegas dan seakan-akan hidup.

Dimulai para kerabat, berdiri bangkit dari duduk bersilanya untuk menghampiri dan mengelilingi "Tambak Karang Lembu Suana" dan tiap orang meletakkan mata uang kertas maupun logam ke bagian-bagian tubuh yaitu ke bagian kepala yang bermahkota, bagian belalai, bagian tubuh, kaki, taji, ekor, sayap dan sisik dengan menghatur "niat" masing-masing terhadap pemaknaan dari simbol-simbol dalam diri/wujud "Lembu Suana".

Setelah semuanya tidak ada lagi yang melakukan "taruh uang" maka DEMONG dengan para pembantunya mengangkat sebidang tempat persegi empat diatas duplikat "Lembu Suana" tersebut sambil menggoyang tutup segi empat dibagikan atas kepala, dan di bagian bawah, hamparan uang kertas dan logam dikumpulkan pada satu wadah/tempat yang kelak akan diserahkan untuk para pengabdi ritual seperti Dewa dan Belian.

4. DEWA BELIAN MENJALA

Dewa laki bangkit dari duduknya sambil menyeret perahu/biduk/gubang berwarna kuning mengelilingi area Tambak Karang. Sedangkan Dewa bini menghamparkan kain kuning panjang, juga berkeliling.

Para hadirin dan kerabat melemparkan/memasukkan uang logam dan kertas ke dalam perahu/biduk di atas kain kuning panjang hingga menumpuk. Prosesi ini menggambarkan mencari ikan dengan menggunakan perahu, jala, dan mendapatkan hasil untuk kehidupan sehari-hari. Lebih jauh melambangkan tradisi gotong royong untuk saling membantu.

5. DEWA MENUNJUK BUAH KAMAL

Di atas kepala para hadirin terbentang tali-tali yang memanjang dan terikat kuat, dengan jarak-jarak tertentu bergelantungan kue-kue kampung yang dibuat dalam kantongan plastik. Hal ini menggambarkan bahwa pohon yangberbuah Bawal/Kamal adalah pohon yang dapat memberikan kehidupandengan menghasilkan buah-buahan yang siap makan. Para dewa mengambil sepotong kayu sebagai galah untuk memetik dan menggugurkan buah-buah tersebut.

6 . SELUANG MUDIK

Para hadirin berdiri dan dimulai oleh kerabat kesultanan untuk menarikan Tari Kanjur dan diikuti oleh hadirin dengan formasi beberapa lapis saling berlawanan arah yang melambangkan kehidupan hewan air yaitu "Ikan Seluang" yang ada di Sungai Mahakam.


Seluang Mudik


Hambur beras kuning

7. NGULUR NAGA

Dua replika Naga yang terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian kepala terbuat dari kayu yang diukir mirip kepala naga dan dihiasi sisik-sisik warna-warni di atas kepala terpasang ketopong (mahkota), di bagian leher terdapat kalung yang dihiasi kain ber-rumbai warna-warni.

Bagian leher yang berkalung disambungkan ke bagian badan yang terbuat dari rotan dan bambu, dan dibungkus dengan kain kuning. Pada kain kuning ini disusun sisik-sisik yang berwarna warni mirip sisik ular besar. Bagian badannya terdapat lekuk-lekuk (luk) sebanyak 5 luk seakan-akan seekor Naga yang siap berjalan ke arah tujuannya. Bagian ekor terbuat dari kayu yang telah diukir menyerupai seekor naga.

Selama tujuh hari tujuh malam dua ekor Naga ini telah disemayamkan di bagian serambi kanan keraton untuk Naga Laki dan serambi kiri untuk Naga Bini dan bagian bawah sekitar dada ditaruh/ditempatkan masing-masing Peduduk lengkap dengan isinya.

Di hadapan serambi kiri kanan tempat Naga bersemayam terdapat Titian disebut Rangga Titi tempat Naga diturunkan yang dihampari kain kuning untuk menuju ke sungai, sebelum Naga diturunkan dari persemayamannya ada prosesi persembahan oleh Dewa Belian memberi jamuan dan Besawai bahwa Naga akan diturunkan.


Ngulur Naga

8. BEUMBAN

Saat Naga diluncurkan menuju Kutai Lama, maka di keraton dilakukan upacara "Beumban" untuk Sultan/Raja yang dilakukan oleh Juriat keturunan yang lebih tua walaupun dari segi umur masih muda di lingkungan kerabat.

9. BEGOROK

Naga masih dalam perjalanan ke Kutai Lama dan Beumban telah dilakukan baru dilanjutkan dengan upacara Begorok, juga dilakukan di dalam Keraton/Istana.

10. RANGGA TITI

Dari Istana/Keraton turun menuju tepi Sungai Mahakam (pelabuhan) yang didampingi oleh para kerabat, sesampainya di pelabuhan yang telah tersedia Balai, Sultan langsung duduk di atas Balai menghadap ke Sungai Mahakam (Timur) yang diapit oleh 7 orang Pangkon laki dan 7 orang Pangkon bini

11. BELIMBUR

Dengan dipercikkannya Air Tuli oleh Sultan kepada sekalian hadirin, maka seluruh masyarakat baik di tempat acara, di sepanjang jalan, gang, dari kota hingga ke desa melakukan siram-siraman air (Belimbur). Terlihat tua-muda, laki-bini basah kuyup menerima siraman air, kecuali orang tua atau ibu/bapak yang membawa anak kecik dibawah umur dilindungi dan tidak boleh disiram.


Belimbur

13. BEGELAR

Merupakan prosesi pemberian penghargaan kepada siapapun yang telah berjasa dalam mendukung, mempertahankan, dan mengembangkan adat budaya di lingkungan administratif Kesultanan Kutai Kartanegara yang dilaksanakan tiap tahun dan dipublikasikan/dinyatakan dalam acara resmi kerabat keraton untuk mengetahuinya.

14. MEREBAHKAN AYU

Pangkon Luar yang semula bertugas dibagian luar telah bergabung masuk ke dalam istana dan duduk bersila di sebela Pangkon Dalam. Sultan dan kerabat duduk berjejer menghadap ke tiang ayu yang dikelilingi oleh Dewa dan Belian.


Merebahkan Ayu

Sebenarnya masih banyak lagi hal yang bisa saya bagikan mengenai Pesat Adat Budaya Erau ini. Alangkah lebih baiknya informasi yang saya bagikan ini menjadi panduan dan referensi anda saat bersedia mengunjungi Kutai Kartanegara. Berkunglah dan ikutlah berpartisipasi di Pesta Adat Budaya Erau yang dilaksanakan setiap tahunnya.

JELAJAHI NUSANTARA SINGGAHI KUTAI KARTANEGARA!
aldiriandana_erau_pelas_benua_etam.jpg


sumber : http://budaya-indonesia.org/Erau-Pesta-Adat-Budaya-Kutai/